Mantan Hakim MK Tegaskan Pentingnya Bukti Valid dalam Sengketa Pilkada 2024

Nasional6 Dilihat

Jakarta – Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Priode 2019 – 2024 Wahiduddin Adams mengingatkan para pihak yang terlibat dalam sengketa Pilkada Serentak 2024 untuk mempersiapkan alat bukti yang sah dan terorganisir. Menurutnya, bukti yang jelas dan terstruktur tidak hanya memperkuat permohonan, tetapi juga membantu hakim dalam memutus perkara secara adil.

“Semua permohonan harus terarah. Jika ingin membuktikan adanya penggelembungan suara, harus spesifik: di TPS mana, siapa yang terlibat, dan berapa selisih suaranya. Semua itu harus didukung oleh dokumen seperti form C1,” kata Wahiduddin di Jakarta, Sabtu (23/11).

Ia menegaskan bahwa hakim membutuhkan bukti konkret untuk memverifikasi klaim pelanggaran, sehingga pihak yang bersengketa wajib menyusun daftar bukti secara sistematis, termasuk dokumen fisiknya.

Guru Besar Hukum Konstitusi Andi Muhammad Asrun mengungkapkan fenomena yang sering terjadi dalam persidangan sengketa pilkada. Menurutnya, kuasa hukum pasangan yang kalah kerap tidak terorganisir dalam menyusun permohonan.

“Sering kali, mereka membawa isu-isu yang tidak relevan atau bahkan sekadar gosip. Padahal, gosip tidak bisa dijadikan alat bukti di persidangan,” ungkapnya.

Selain itu, Asrun menyebut ada pola copy-paste dokumen oleh kuasa hukum pemohon yang menangani beberapa perkara sekaligus. “Pernah terjadi permohonan untuk daerah tertentu, tapi isi dokumennya justru membahas daerah lain. Ini menunjukkan lemahnya kualitas penyusunan dokumen,” jelasnya.

Di sisi lain, kuasa hukum termohon, yang biasanya mewakili penyelenggara pemilu, dinilai lebih unggul jika bersikap tenang dan fokus pada aspek teknis.

“Mereka harus teliti memeriksa kewenangan, tenggat waktu, ambang batas suara, hingga pokok permohonan. Jika ada yang tidak sesuai, ajukan eksepsi dengan jelas dan lugas,” ujar Asrun.

Ia juga menekankan pentingnya menyampaikan argumen langsung pada inti masalah tanpa bertele-tele. “Hakim membutuhkan kejelasan, bukan teori yang tidak relevan. Penyampaian yang fokus mempermudah proses dismissal jika permohonan dianggap tidak memenuhi syarat,” tambahnya.(Red)

Sumber : Antara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *