Jakarta – SahataNews | Eksponen yang juga Aktivis Gerakan Mahasiswa 98, Haris Rusli Moti, menyatakan dukungan terhadap upaya Presiden Prabowo Subianto untuk merajut kembali persatuan para elite politik usai Pemilu 2025.

Langkah rekonsiliasi itu mulai terlihat melalui pemberian abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristianto, serta pembebasan sejumlah tersangka kasus makar.

“Kita berharap pada peringatan Hari Kemerdekaan ke-80 pada 17 Agustus 2025, retak di antara para pemimpin bangsa dapat diakhiri,” ujar Haris Rusli Moti dalam keterangan tertulis, Jumat (8/8/2025).

Haris menyampaikan harapannya agar tokoh-tokoh nasional seperti Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Joko Widodo dapat bergandengan tangan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo. Ia mencontohkan tradisi pelantikan presiden di Amerika Serikat, di mana para mantan presiden dan wakil presiden hadir bersama.

Menurutnya, langkah politik Presiden Prabowo yang diarsiteki Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad bertujuan menyembuhkan luka politik pasca-Pilpres 2024. “Sebagaimana disampaikan Pak Dasco, tidak ada maksud memenangkan atau mengalahkan pihak tertentu. Tujuannya murni memulihkan persaudaraan dan persatuan bangsa,” katanya.

Haris menilai teladan terbaik sudah pernah ditunjukkan Prabowo dan Jokowi pasca-Pilpres 2019. “Saat itu Prabowo di pihak yang kalah, namun kedua pemimpin ini memilih bersatu. Kita berharap momen seperti ini menjadi tradisi yang diwariskan,” ungkapnya.

Upaya Rekonsiliasi

Sejak dilantik, Presiden Prabowo aktif menjalin silaturahmi dengan para mantan presiden dan rival politiknya. Pada pertengahan Juli 2025, ia bertemu Megawati Soekarnoputri di kediamannya, disusul pertemuan dengan Joko Widodo di Solo usai penutupan Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI).

Sebelum amnesti untuk Hasto Kristianto diumumkan, Sufmi Dasco Ahmad bersama Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi juga menemui Megawati di Bali, didampingi Puan Maharani dan Prananda Prabowo.

“Kerukunan para pemimpin adalah kunci persatuan bangsa. Rakyat kita sangat patronistik. Jika pemimpinnya rukun, rakyat pun mudah bersatu,” tegas Haris yang juga mantan Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD).

Mengakhiri Polarisasi Politik

Haris mengingatkan bahwa sejarah Indonesia pasca kemerdekaan kerap diwarnai polarisasi politik, mulai dari Orde Lama vs Orde Baru, hingga perpecahan akibat kontestasi Pilpres.

“Kita tidak ingin luka sejarah terus diwariskan. Sudah saatnya bangsa ini move on dari konflik politik masa lalu,” ujarnya.

Upaya rekonsiliasi ini mendapat sambutan positif dari berbagai pihak, termasuk PDIP. Megawati menyatakan dukungan kepada pemerintah, meski tetap menjalankan peran sebagai penyeimbang yang kritis.

“Dalam demokrasi, perbedaan pandangan itu wajar. Yang penting persatuan bangsa tetap terjaga di tengah tantangan geopolitik dan ekonomi saat ini,” pungkas Haris.

Dengan langkah ini, Presiden Prabowo berharap Indonesia memasuki usia ke-80 kemerdekaannya dengan semangat persatuan yang lebih kuat, sekaligus memperlancar pelaksanaan program strategis pemerintah bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.(WK/SB)