Madina – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, segera mengirimkan surat resmi kepada Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) untuk meminta kajian geologi terkait fenomena semburan air panas di Desa Roburan Dolok, Kecamatan Panyabungan Selatan.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kepala DLH Madina, Khairul, saat diwawancarai sejumlah wartawan di ruang kerjanya pada Jumat (25/4/2025).
Khairul menyatakan bahwa pihaknya telah meninjau langsung lokasi semburan dan memastikan bahwa fenomena tersebut benar adanya.
“Kami sudah turun ke lapangan dan menemukan titik semburan air panas. Fenomena ini memang telah terjadi sejak lama, dan kami memastikan bahwa sumber air panas itu alami,” ujar Khairul.
DLH Madina menganggap penting untuk melibatkan pihak EBTKE agar dapat memberikan penjelasan ilmiah yang menyeluruh. Tujuannya adalah agar masyarakat tidak salah memahami fenomena tersebut dan terhindar dari keresahan yang tidak perlu.
“Kami ingin masyarakat tetap tenang. Oleh karena itu, kami meminta EBTKE menurunkan tim geologinya agar bisa memberikan gambaran ilmiah dan faktual terkait kejadian ini,” tambahnya.
Surat permohonan resmi kepada EBTKE, menurut Khairul, saat ini sudah selesai disusun dan tinggal menunggu izin penandatanganan dari Bupati Madina.
Sementara itu, pihak PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) turut memberikan keterangan resmi. Melalui Corporate Communication Manager-nya, Agung Iswara, PT SMGP menyatakan bahwa titik semburan air panas yang terekam dalam video viral tersebut tidak berada di area sumur Pad-E milik mereka.
“Pada Rabu, (23/4/2025) kemarin,kami bersama DLH Madina telah melakukan peninjauan dan menunjukkan bahwa lokasi manifestasi berada di area lain di Desa Roburan Dolok dan bukan di area sumur kami,” jelas Agung dalam rilis tertulis yang diterima Jumat (25/4/2025).
Agung menambahkan bahwa manifestasi panas bumi di sekitar Pad-E merupakan fenomena alam yang telah terpantau sejak tahun 2021. Sumur-sumur di Pad-E sendiri telah dibor sejak 2017 dan hingga kini belum pernah menghasilkan fluida panas bumi, serta tidak dalam kondisi bertekanan maupun aktif.
“Manifestasi seperti ini umum terjadi di wilayah berpotensi panas bumi, sebagai hasil interaksi antara air tanah dan batuan panas di bawah permukaan. Bahkan, masyarakat sekitar sudah mengenal fenomena serupa jauh sebelum kegiatan eksplorasi kami dimulai,” pungkas Agung.(Red)