India Gagal Gunakan Jet Tempur Rafale di Perang Udara dengan Pakistan,Indonesia Malah Beli 42 Unit

Jakarta – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) Putri Khairunnisa menilai pembelian Jet Rafale menggunakan anggaran berlebihan dan harus diefektifkan sesuai kebutuhan sistem pertahanan Indonesia. Walaupun keputusan pembelian 42 unit jet tempur buatan Prancis, senilai USD 8,1 miliar ini, merupakan modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) nasional.

“Pembelian Jet Rafale jangan hanya boros dianggaran, namun juga harus memiliki nilai efektifitas untuk pertahanan nasional. Jangan hanya karena ambisi memiliki banyak pesawat tempur, tapi manfaatnya tidak bisa dirasakan,” kata Nisa sapaan akrabnya Putri Khairunnisa kepada media, Kamis (29/5/2025) di Jakarta.

Menurut Nisa, rencananya enam unit pertama akan tiba pada 2026, dan sisanya menyusul kemudian. Jet Rafale sendiri merupakan pesawat tempur generasi 4.5 yang selama ini dipandang sebagai simbol kekuatan militer modern.

“Keputusan ini pada awalnya dipandang sebagai langkah strategis dalam memperkuat pertahanan udara. Namun, peristiwa terbaru yang melibatkan jet Rafale milik India dalam konflik dengan Pakistan mengguncang persepsi dan menimbulkan pertanyaan besar,” tandas Nisa.

Kata dia, pertanyaan-nya apakah Rafale benar-benar pilihan yang efektif dan efisien untuk Indonesia? Jangan sampai kasus perang udara India-Pakistan menjadi bukti kegagalan Rafale yang ditembak jatuh oleh Jet Murah asal China.

“7 Mei 2025 kemarin, Pakistan mengklaim telah menembak jatuh lima pesawat tempur India, termasuk tiga jet Rafale, menggunakan pesawat J-10 C buatan Tiongkok dan rudal PL-15 jarak jauh. Ini pertama kali Rafale ditembak jatuh dalam pertempuran, sehingga meruntuhkan citra keunggulan teknologi Barat,” jelas Nisa.

Apalagi kata Nisa, situasi ini menjadi lebih ironis jika melihat bahwa J-10 C hanya dihargai sekitar USD 50 juta. Malahan ada pesawat jauh lebih murah dari harga satu unit Rafale yang mencapai USD 192 juta

“Penembakan terhadap Rafale dilakukan oleh jet J-10C buatan Tiongkok yang digunakan oleh Angkatan Udara Pakistan. Jet-jet ini tampak memiliki kemampuan beyond visual range (BVR) hingga 145 kilometer,” lanjut Nisa.

Yang mengejutkan lagi kata Nisa, dunia bukan hanya perihal kerugian India, akan tetapi fakta bahwa Rafale yang dianggap sebagai ujung tombak kekuatan udara dapat dijatuhkan.

“Masah pesawat tempur yang harganya empat kali lebih murah dari Jet J-10 C atau sekitar USD 50 juta per unit. Kok malah bisa mengalahkan Rafale yang harganya mencapai hampir USD 200 juta per unit,”  tukas Nisa.

Efektivitas vs Efisiensi: Harga Tidak Menjamin Kemenangan Jet Tempur Rafale

Kata Nisa, kejadian ini menjadi titik kritis dalam menilai efektivitas pertahanan berbasis alutsista dengan anggaran yang mahal. Dalam benak pikiran kita bisa melihat tumbangnya rafela.

“Apakah pembelian Rafale benar-benar didasarkan pada kebutuhan strategis atau hanya pada gengsi dan diplomasi pertahanan,” tanyanya.

Nisa tidak menyangsikan Jet Rafale dalam memiliki teknologi canggih, termasuk kemampuan multirole, radar AESA, dan sistem peperangan elektronik. Namun, semua itu tampaknya tidak cukup dalam menghadapi rudal modern dan sistem taktis yang lebih murah namun efisien,.

“”J-10 C dan PL-115 telah memasuki perang modern yang saat ini lebih mengedepankan kecerdasan sistem dan integrasi jaringan. Sehingga prosesnya bukan lagi semata keunggulan aerodinamika atau nama besar produsen,” pungkas Nisa. (red)

Ketua Umum DPP KNPI Putri Khairunnisa Nilai Positif Kelahiran BPI Danantara Sebagai Terobosan Penguatan Ekonomi

Jakarta – Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) di Istana Negara Jakarta, Senin (24/2/2025). Danantara diproyeksikan akan mengoptimalkan semua potensi ekonomi dengan perputaran aset 900 miliar dolar AS (Rp.14.000 triliun) dan modal awal 20 miliar dolar AS (Rp.325,8 triliun).

Ketua Umum DPP KNPI Putri Khairunnisa menilai kelahiran BPI Danantara merupakan hal positif dan terobosan baik dalam menguatkan perekonomian Indonesia kedepan. Namun katanya, ada beberapa hal penting yang menjadi catatan terkait eksistensi lembaga tersebut kedepan.

“Dengan nilai potensi ekonomi dan aset berjumlah ratusan bahkan ribuan triliun yang akan dikelola oleh Danantara. Maka lembaga ini harus diisi oleh orang yang profesional dan betul-betul bersih dan berkonsentrasi penuh bekerja sesuai dengan harapan,” kata Ketua Umum DPP KNPI Putri Khairunnisa kepada media, Sabtu (1/3) di Jakarta.

Untuk itu kata Nisa sapaan akrab, secara tegas DPP KNPI menolak Rosan Roeslani sebagai Kepala (CEO) BPI Danantara. Hal ini karena Rosan Roeslan juga sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

“Rangkap jabatan ini bisa merusak reputasi BPI Danantara dan juga berpotensi melahirkan konflik kepentingan. Silahkan memilih mundur sebagai Menteri atau Fokus sebagai CEO BPI Danantara atau sebaliknya,” ucap Nisa mendesak.

Menurutnya, DPP KNPI akan terus menyoroti rangkap jabatan ini, sebab kehadiran Rosan Roeslani sebagai CEO BPI Danantara ini sungguh di luar nalar. Posisinya yang rangkap jabatan sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM, tentu tidak akan efektif dan dapat menggangu kinerja salah satunya.

“Pak Rosan harus mundur dari salah satu posisi saat ini. Mau jadi CEO BPI Danantara atau jadi Menteri saja. Masa iya, mengelola dana dan aset bernilai ribuan triliun nyambi jadi menteri,” pintanya.

“Bisa kolaps kalau kerjanya nyambi begitu. Jangan main-main loh, yang anda (red-Rosan Roslani) kelola ini 5 kali lipat dari APBN kita. Tentu harus serius, fokus dan kerja profesional, jangan sampai terjadi fraud bisa celaka satu republik,” sambung Nisa.

Menurutnya, kejadian Jiwasraya, Asabri dan sejumlah kasus lain bisa jadi pelajaran, dimana dampaknya mungkin tidak seberapa, karena hanya lingkup lembaga tersebut. Akan tetapi kata Nisa, Danantara ini kalau sampai terjadi salah kelola, perekonomian Indonesia bisa kolaps.

Harapannya juga disampaikan kepada Pandu Syahrir Wakil Kepala BPI Danantara, segera melepas semua jabatannya baik sebagai komisaris/direktur di perusahaan Swasta. Tentunya kata Nisa, agar BPI Danantara terhindar dari konflik of interest.

“Kita juga desak Bung Pandu Syahrir bertindak sebagai profesional, untuk segera mundur dari jabatan-jabatan di perusahaan lain. Hal ini supaya bisa berpikir jernih dan serius dalam mengelola langkah-langkah investasi Danantara kedepannya,” pungkas Alumni Pasca Sarjana Universitas Indonesia Jurusan Pertahanan ini. (red)

Putri Khairunnisa: Sistem Pemilihan Kepala Daerah Melalui DPRD Tetap Selaras dengan Prinsip Demokrasi

Jakarta – Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI), Putri Khairunnisa, menyatakan dukungannya terhadap gagasan Presiden Prabowo Subianto terkait penyederhanaan sistem pemilihan kepala daerah (pilkada), dimana kandidatnya dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Dukungan kepada Presiden Prabowo Subianto ini diberikan organisasi wadah berhimpun kepemudaan KNPI ini, dengan mempertimbangkan dasar hukum dan nilai-nilai demokrasi. Selain itu pertimbangan empiris dan realistis yang relevan dengan kebutuhan bangsa.

“Gagasan ini memiliki landasan hukum yang jelas dalam UUD 1945, khususnya Pasal 18 Ayat (4) yang menyatakan, bahwa’Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis,” ucap Nisa sapaan akrab Putri Khairunnisa kepada media, Senin (16/12) di Jakarta.

Ket Foto: Putri Khairunnisa Ketua Umum DPP KNPI dalam sebuah acara kegiatan KNPI di Jakarta beberapa waktu lalu. (Istimewa)

Menurutnya, frasa secara demokratis, membuka ruang interpretasi yang tidak terbatas pada pemilihan langsung oleh rakyat. Melainkan juga melalui mekanisme representasi di DPRD sebagai perwakilan rakyat di daerah.

“Dukungan ini didasarkan pada keyakinan bahwa sistem pemilihan kepala daerah melalui DPRD tetap selaras dengan prinsip-prinsip demokrasi yang menitikberatkan pada efektivitas pemerintahan, efisiensi anggaran, serta stabilitas politik di daerah,” ujar Nisa.

Ia menegaskan, demokrasi tidak hanya soal mekanisme pemilihan, tetapi juga tentang kualitas pemerintahan yang dihasilkan. Pemilihan kepala daerah oleh DPRD dapat mengurangi potensi konflik horizontal di masyarakat yang sering terjadi dalam pilkada langsung.

Selain itu kata dia, mekanisme ini dapat memperkuat akuntabilitas kepala daerah kepada DPRD sebagai lembaga legislatif yang mewakili aspirasi rakyat. Dimana dari sudut pandang empiris, pilkada langsung sering kali diwarnai dengan praktik politik uang, tingginya biaya politik, dan polarisasi sosial di masyarakat.

“Dengan sistem pemilihan oleh DPRD, biaya politik dapat ditekan, sehingga efektifitas dan efisiensi anggaran dapat dialihkan untuk kesehatan, pendidikan dan meningkat sdm masyarakat,” jelas Nisa.

Mahasiswa pasca sarjana Fakultas Ketahanan Nasional Universitas Indonesia ini pun juga mengajak seluruh elemen bangsa memahami problematika Pilkada Serentak tersebut. Termasuk para akademisi, politisi, dan masyarakat sipil dapat mendukung dan berdialog secara terbuka mengenai gagasan presiden tersebut.

“Kita perlu mengevaluasi sistem yang ada secara objektif, dengan mempertimbangkan konteks kebutuhan nasional saat ini. KNPI siap menjadi jembatan dialog bagi seluruh pihak untuk memastikan bahwa setiap perubahan sistem tetap mengedepankan kepentingan rakyat dan negara,” tutup Nisa mengakhiri pandangannya. (red)