Langgar Aturan Lalu Lintas, Gubernur Jabar Minta Ditilang Usai Dibonceng Motor Patwal Tanpa Helm

Bogor – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengakui kesalahannya karena tidak mengenakan helm saat dibonceng menggunakan motor pengawalan Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor pada Rabu (11/6/2025).

Ia bahkan meminta secara terbuka agar dirinya dan pengendara motor tersebut ditindak sesuai aturan yang berlaku.

Pengakuan itu disampaikan langsung oleh Dedi Mulyadi dalam sebuah video yang diunggah melalui akun media sosial miliknya. Ia menjelaskan bahwa peristiwa tersebut terjadi saat dirinya hendak menghadiri acara peresmian Universitas Bhineka Tunggal Ika yang sebelumnya bernama Universitas Pertahanan (Unhan) di Sentul, Kabupaten Bogor.

“Pada hari Rabu tanggal 11 Juni 2025, saya menghadiri acara peresmian Universitas Bhineka Tunggal Ika. Saat itu, Presiden Prabowo Subianto akan meresmikannya, dan rombongan VVIP seperti para menteri, dubes, serta petinggi TNI dan Polri, turut hadir,” kata Dedi Mulyadi seperti diberitakan Nusantara TV.

Karena padatnya lalu lintas akibat iring-iringan kendaraan VVIP, Dedi terjebak kemacetan hingga hampir satu jam. Ia pun memutuskan untuk menumpang motor patwal Dinas Perhubungan demi tiba lebih dahulu sebelum Presiden Prabowo Subianto.

Namun, dalam keterburuannya itu, Dedi mengakui bahwa ia melanggar aturan lalu lintas karena tidak mengenakan helm. Motor patwal yang digunakannya memang tidak dirancang untuk membawa penumpang dan tidak dilengkapi helm tambahan.

“Saya tidak menggunakan helm dan tentunya pengendara motor tidak menyiapkan helm untuk pembonceng karena motor itu memang jenis motor patwal yang tidak biasa dipakai untuk berboncengan,” ungkapnya.

Gubernur Dedi pun menyampaikan permohonan kepada Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Bogor agar dirinya dan pengendara motor tersebut ditilang sesuai prosedur hukum yang berlaku.

“Nah, tentu saya adalah warga negara Indonesia yang melanggar dan itu adalah sebuah kesalahan. Untuk itu saya mohon kepada Kasat Lantas Polres Bogor untuk dilakukan penilangan terhadap motor yang membonceng saya tanpa helm. Karena itu sebuah pelanggaran dan terjadi pada hari kemarin,” jelasnya.

“Intinya yang ingin saya sampaikan, karena saya merasa setiap perbuatan yang salah harus ada hukumannya, dan saya bertanggung jawab untuk membayar denda tilang yang nanti dijatuhkan oleh hakim di Pengadilan Negeri Bogor atau Pengadilan Cibinong,” pungkas Dedi Mulyadi.

Langkah jujur dan terbuka dari Gubernur Jawa Barat ini menuai respons positif dari masyarakat yang menilai sikap tersebut sebagai bentuk keteladanan dari seorang pejabat publik dalam menaati hukum.(Red)

Kang Dedi Mulyadi Disebut Sebagai Mulyono Jilid 2, Pengamat Politik : Beda Jauh

Jakarta – Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM) kini ramai dijuluki Mulyono jilid II hingga Jokowinya Sunda.Hal itu berkat aktivitasnya yang sering turun ke masyarakat, dan menjawab masalah langsung di lokasinya.

Di media sosial, aksi Kang Dedi itu dihubung-hubungkan dengan gaya politik Jokowi yang juga sering turun ke masyarakat, karib dengan sebutan blusukan.

Sehingga Jokowi pun meraih popularitas karena gaya blusukannya dan bisa menaiki anak tangga pimpinan eksekutif, dari Wali Kota Solo, Gubernur Jakarta hingga Presiden Indonesia dua periode (2014-2024).

Namun, pengamat politik Burhanuddin Muhtadi melihat perbedaan telak antara Dedi Mulyadi dan Jokowi.”Sebenarnya kalau menyebut seorang KDM (Kang Dedi Mulyadi) versi lain dari Jokowi, Jokowi versi 2.0, atau Mulyono Jilid 2, itu enggak seluruhnya benar juga sih,” kata Burhan, sapaan karib sang pengamat, saat bicara di program On Point with Adisty, Youtube Kompas TV, tayang Sabtu (10/5/2025).

Menurut Burhan, Dedi Mulyadi sangat artikulatif, sedangkan Jokowi tidak.

Seorang Dedi Mulyadi bisa menghadapi masalah dengan berdialog, diskusi hingga berdebat.

Burhan menyontohkan salah satu peristiwa yang membuat nama Dedi Mulyadi populer di Purwakarta.Saat itu dia menjabat Anggota DPRD Purwakarta (1999-2004).Setelahnya, ia menjadi Wakil Bupati dan Bupati Purwakarta.

“Kalau kita lihat jejaknya KDM ini, misalnya waktu dia menjadi anggota DPRD Purwakarta, waktu itu Purwakarta penuh dengan demo buruh.”

“Ketika koleganya dari anggota DPRD Purwakarta tidak mau menemui demo-demo buruh, dia temuin. Ramai terjadi perdebatan sangat sengit gitu ya, tetapi setelah demo itu dia justru populer karena berani mendebat dan sekaligus mengajak dialog mereka yang kontrak.”

“Setelah itu dia maju sebagai kepala daerah kan dan sukses,” papar Burhan.

Burhan menegaskan, seorang Jokowi tidak bisa seperti Dedi Mulyadi dalam hal berdialog seperti peristiwa dengan buruh itu.

“Sesuatu yang kalau kita bayangkan seorang Pak Jokowi agak beda. Pak Jokowi itu kan lebih banyak senyum, kalau ditanya, ‘Ya kok tanya saya’ gitu ka,” kata Burhan.

Sebaliknya, kata Burhan, Dedi Mulyadi juga tidak mungkin bersikap seperti Jokowi yang sedikit bicara.

“Itu enggak mungkin pernyataan itu keluar dari KDM. KDM pasti menjawab,” jelasnya.

Salah satu faktor perbedaan Dedi Mulyadi dengan Jokowi adalah latar aktivismenya di kampus.

“Karena latar belakangnya juga beda kan. Pak Jokowi latar belakang aktivismenya waktu mahasiswa di mapala, KDM aktivis murni ini, dia aktivis di HMI, aktif di organisasi kemudaan,” ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia.(RLS)

SUMBER : akun fb PosMetro Medan