Jakarta – Sahata | Terpidana kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, kembali berupaya mendapatkan keadilan dengan mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (9/10). Langkah ini diambil setelah tim kuasa hukumnya menemukan bukti baru (novum) dan menduga adanya kekeliruan dalam pertimbangan hakim yang membuatnya divonis bersalah.
Otto Hasibuan, pengacara Jessica Wongso, mengungkapkan bahwa novum yang ditemukan menjadi dasar kuat pengajuan PK ini. Selain itu, pihaknya juga mengidentifikasi sejumlah kekeliruan yang menurutnya dapat mengubah hasil keputusan sebelumnya. “Kami telah menemukan bukti baru dan adanya kesalahan dalam putusan hakim. Namun, kami akan memberikan penjelasan lebih rinci setelah permohonan PK ini terdaftar secara resmi,” kata Otto di depan awak media di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Jessica, yang telah mendapatkan pembebasan bersyarat sejak 18 Agustus 2024, menegaskan bahwa dirinya tidak pernah melakukan perbuatan yang dituduhkan. Meskipun sudah bebas, ia tetap memperjuangkan agar namanya dibersihkan dari tuduhan tersebut. “Meskipun saya sudah bebas bersyarat, ini bukan soal kebebasan saja, tapi soal nama baik, harkat, dan martabat saya yang selama ini tercemar. Saya yakin Mahkamah Agung bisa melihat kebenaran yang sesungguhnya,” tegas Jessica.
Otto menambahkan bahwa PK adalah hak setiap terpidana yang merasa tidak bersalah untuk mengajukan upaya hukum terakhir. Tujuan dari permohonan ini bukan untuk meraih tuntutan baru, tetapi untuk memulihkan nama baik Jessica di mata hukum. “Kami hanya ingin memastikan bahwa kebenaran diungkapkan dengan seadil-adilnya, dan nama baik Jessica Wongso dilindungi,” tambah Otto.
Sementara itu, Kejaksaan Agung menyatakan siap menghadapi pengajuan PK tersebut. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengatakan bahwa pihaknya menghormati hak Jessica sebagai terpidana untuk mengajukan PK, namun menegaskan bahwa alasan-alasan yang diajukan harus didasarkan pada dasar hukum yang kuat. “Jaksa Penuntut Umum tentu akan siap menghadapi PK ini, tetapi harus ada novum dan alasan hukum yang jelas untuk mengajukannya,” ujar Harli.
Sebagai terpidana yang mendapat pembebasan bersyarat, Jessica tetap diwajibkan melapor dan menjalani pembinaan hingga tahun 2032. Pemberian status pembebasan bersyarat ini mengacu pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Nomor 7 Tahun 2022, yang merupakan perubahan atas Peraturan Menkumham Nomor 3 Tahun 2018 tentang syarat pemberian remisi, asimilasi, serta pembebasan bersyarat.(R12KI)
DILANSIR DARI ANTARA.COM