Sahroni Dorong DPR Atur Standar Gaji dan Perlindungan bagi Asisten Rumah Tangga

JAKARTA – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendorong DPR untuk segera menyusun regulasi yang mengatur perlindungan hukum dan standar gaji bagi asisten rumah tangga (ART), menyusul kasus penganiayaan yang menimpa seorang ART berinisial SR (24) di Jakarta Timur.

Dilansir dari Antaranews, Sahroni menyampaikan usulan tersebut usai menemui langsung pelaku penganiayaan di Polres Metro Jakarta Timur, Selasa (8/4). Pelaku diketahui merupakan seorang dokter berinisial AMS (41) dan istrinya SSJH (35).

“Ini menjadi tugas baru bagi DPR, khususnya Komisi IX, untuk menyusun aturan yang menjamin hak-hak ART, termasuk standar gaji dan kepemilikan sertifikat kerja,” ujar Sahroni.

Ia menambahkan bahwa selama ini belum ada regulasi yang secara khusus mengatur kesejahteraan dan perlindungan bagi ART. Padahal, menurutnya, pekerjaan sebagai ART memiliki risiko tinggi dan sangat rentan terhadap eksploitasi.

Sahroni berencana membawa usulan tersebut ke Fraksi NasDem dan menyampaikan langsung kepada Komisi IX DPR, yang membidangi ketenagakerjaan, jaminan sosial, dan kesehatan.

“Kita tidak bisa membiarkan ART terus menjadi korban tanpa ada kepastian hukum. Perlu standarisasi hak dan kewajiban, baik bagi ART maupun majikan,” tegasnya.

Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly turut menyampaikan pendapat senada. Ia menilai perlunya aturan yang mewajibkan ART memiliki kemampuan kerja bersertifikat sebagai bentuk perlindungan kedua belah pihak.

Dilansir dari Antara News, ia berharap atensi Komisi III DPR RI dapat mendorong lahirnya undang-undang khusus yang melindungi ART, termasuk soal gaji minimum dan perlakuan layak dari majikan.

Seperti diberitakan sebelumnya, AMS dan SSJH ditangkap pada 8 April 2025 atas dugaan penganiayaan terhadap SR. Kasus ini terungkap setelah video kondisi korban viral di media sosial, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Jakarta Timur.

Keduanya dijerat dengan Pasal 44 ayat (2) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Pasal 351 ayat (2) KUHP dengan ancaman hukuman hingga 10 tahun penjara atau denda maksimal Rp30 juta.(Red)

Kabar Baik! BPIH 2025 Turun, Pemerintah Pastikan Pelayanan Tetap Optimal

JAKARTA – Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1446 H/2025 M resmi diturunkan dibandingkan tahun sebelumnya. Keputusan ini lahir dari Rapat Kerja Kementerian Agama bersama Komisi VIII DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (6/1), sebagaimana dilansir dari laman atau website resmi kementerian Agama RI  kemenag.go.id.

Rapat yang dipimpin Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang ini dihadiri Menteri Agama Nasaruddin Umar, Wakil Menteri Agama HR Muhammad Syafi’i, Kepala Badan Penyelenggara Haji Muhammad Irfan, Kepala BPKH Fadlul Imansyah, dan jajaran Kemenag lainnya.

Dalam rapat tersebut, disepakati rata-rata BPIH 2025 sebesar Rp89.410.258,79, lebih rendah dibandingkan tahun 2024 yang mencapai Rp93.410.286,00. “Penurunan ini membawa dampak positif bagi jemaah, karena Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang harus dibayar jemaah rata-rata hanya Rp55.431.750,78. Sisanya sebesar 38% atau Rp33.978.508,01 akan ditutupi dari nilai manfaat hasil pengelolaan dana setoran awal,” ujar Menteri Agama Nasaruddin Umar.

Kesepakatan ini akan diajukan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk disahkan sesuai Pasal 48 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Menurut Nasaruddin, penurunan ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk terus meringankan beban jemaah tanpa mengurangi kualitas pelayanan.

Tahun 2025, Indonesia mendapatkan kuota haji sebanyak 221.000 orang, yang terdiri dari 201.063 jemaah reguler, 1.572 petugas haji daerah, 685 pembimbing KBIHU, dan 17.680 jemaah haji khusus.

Total nilai manfaat yang dialokasikan untuk penyelenggaraan haji tahun ini mencapai Rp6,83 triliun. Angka ini lebih rendah Rp1,37 triliun dibandingkan tahun lalu, yang menunjukkan adanya efisiensi yang signifikan dalam pengelolaan dana haji.

Menteri Agama juga menyampaikan apresiasi kepada Komisi VIII DPR RI yang tetap bekerja keras meski dalam masa reses. “Kami sangat berterima kasih atas dedikasi para anggota dewan. Kesepakatan ini menjadi bukti bahwa pemerintah dan DPR berpihak kepada rakyat,” tegasnya.

Ia berharap masyarakat tidak hanya tersenyum mendengar kabar penurunan biaya haji ini, tetapi juga tetap merasa puas saat pelaksanaan ibadah haji pada Juni mendatang. “Kami ingin memastikan bahwa pelayanan selama di Tanah Suci berjalan lancar, tanpa kendala berarti,” tambahnya.

Dengan keputusan ini, pemerintah optimistis bahwa penurunan biaya haji akan disambut antusias oleh masyarakat.

Efisiensi yang dilakukan diharapkan menjadi langkah awal untuk meningkatkan kepercayaan dan kenyamanan jemaah selama menjalankan ibadah di Tanah Suci. (Red)

Jangan Terburu-buru! Mohammad Toha: Tunggu Hasil Resmi Pilkada 2024 dari KPU

Senayan, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI, Mohammad Toha, mengingatkan masyarakat untuk bersabar menunggu hasil resmi Pilkada Serentak 2024 dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ia menegaskan, meskipun hasil hitung cepat (quick count) dari berbagai lembaga survei telah dirilis, keputusan final tetap ada pada KPU.

“Quick count memang memberikan gambaran awal, tetapi tidak boleh dijadikan rujukan utama. Hasil resmi akan diumumkan setelah rekapitulasi selesai,” ujar Toha, Rabu (27/11), di Jakarta.

Toha menjelaskan bahwa sesuai Pasal 19 ayat (3) PKPU Nomor 9 Tahun 2022, hasil quick count baru boleh dipublikasikan dua jam setelah waktu pemungutan suara berakhir, yakni sekitar pukul 15.00 WIB. Sementara itu, hasil resmi dari KPU baru akan diumumkan pada 16 Desember 2024 setelah proses rekapitulasi berjenjang selesai.

Toha juga mengingatkan masyarakat untuk tetap tenang, tidak euforia berlebihan jika calon yang didukung menang dalam quick count, atau emosional jika sebaliknya. “Kalah atau menang itu hal biasa dalam demokrasi. Jangan sampai ada konflik hanya karena hasil sementara,” tegasnya.

Ia berharap masyarakat terus menjaga suasana kondusif selama proses pemilu berlangsung. “Kita harus tunjukkan kedewasaan dalam berdemokrasi. Apapun hasilnya nanti, itu adalah pilihan rakyat yang harus dihormati,” ujarnya.

Pilkada Serentak 2024 melibatkan 1.557 pasangan calon, terdiri dari:

103 pasangan calon gubernur dan wakil gubernur,

1.169 pasangan calon bupati dan wakil bupati,

285 pasangan calon wali kota dan wakil wali kota.

Sebanyak 203.657.354 pemilih telah terdaftar, terdiri dari 101 juta pemilih laki-laki dan 102 juta perempuan, yang akan memberikan suara di 435.296 TPS di seluruh Indonesia. Selain itu, ada 37 daerah dengan calon tunggal, termasuk 1 calon gubernur dan wakil gubernur, 31 calon bupati, serta 5 calon wali kota.

“Dengan skala sebesar ini, kesabaran dan kepercayaan terhadap proses KPU sangat penting untuk menjaga integritas pemilu,” pungkas Toha.(Red)

Sumber : Antara News

Revisi UU Penanggulangan Bencana Dinilai Mendesak untuk Hadapi Cuaca Ekstrem dan Gempa

Senayan,Jakarta – Anggota Komisi VIII DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menegaskan bahwa revisi terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan penanggulangan bencana yang semakin kompleks. Menurut Fikri, regulasi yang ada saat ini belum sepenuhnya sesuai dengan dinamika bencana yang terjadi di Indonesia, terutama dengan adanya perubahan iklim dan cuaca ekstrem yang kerap melanda.

“Revisi UU ini sangat penting untuk memperkuat penanggulangan bencana, mengingat kompleksitas yang kita hadapi kini dan yang diperkirakan akan terus berkembang di masa depan,” ujar Fikri dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Senin (18/11).

Fikri juga mengingatkan bahwa Indonesia, yang terletak di kawasan “ring of fire,” memiliki kerentanannya terhadap bencana alam seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi. Selain itu, cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi dalam beberapa tahun terakhir menambah tantangan dalam mitigasi bencana.

“Pemerintah melalui BNPB harus lebih serius memperkuat mitigasi bencana, dengan meningkatkan sinergi antar lembaga terkait seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Sosial. Sinergi ini krusial agar upaya mitigasi lebih terintegrasi dan optimal,” kata Fikri.

Salah satu masalah yang diungkapkan oleh Fikri adalah anggaran kebencanaan yang lebih banyak dialokasikan untuk Dana Siap Pakai (DSP) atau dana darurat, sementara anggaran untuk kegiatan mitigasi bencana relatif kecil. Fikri menekankan bahwa selain penanggulangan pasca-bencana, kegiatan pencegahan, sosialisasi, dan edukasi tanggap bencana juga sangat penting untuk mengurangi risiko dan dampak dari bencana.

“Penting bagi masyarakat untuk lebih sadar akan potensi bencana. Melalui edukasi yang lebih intens, kita bisa mengurangi jumlah korban jiwa dan kerugian material saat bencana terjadi,” jelasnya.(Red)

Sumber : Antara News