Hotel St. Regist Labuan Bajo Diduga Bersekongkol Jahat dengan BPN Mabar, Tanah 7 Warga Seluas 3.1 Ha Dirampas

Manggarai Barat – Ada 7 (tujuh) lagi korban tumpang tindih tanah anak-anak Niko Naput dan Santosa Kadiman (Hotel St. Regis Labuan Bajo ) yang mengklaim bagian dari 40 ha. Mereka yang sudah di- PPJB-kan tanah tersebut awal tahun 2014.

Padahal 7 orang ini sudah memiliki tanah total 3,1 hektare ini sejak 1992, yang didapat langsung dari Fungsionaris adat Nggorang, Ishaka dan Haku Mustafa

Hal ini disampaikan, Pengacara Irjen Polisi (P) Drs. I Wayan Sukawinaya, M.Si, Ketua Tim dari 11 pengacara 7 orang tersebut dalam rilisnya, Rabu (23/4/2025) di Labuhan Bajo, Manggarai Barat.

“Tujuh (7) orang pemilik tanah di Kerangan ini mendatangi kami agar memperoleh kembali keadilan. Untuk itu kami membantu, baik secara pidana maupun perdata, dengan total luas tanah 7 orang ini 3,1 hektare,” kata Sukawinaya.

Menurutnya, mereka sudah memproses pensertifikatan tanah di Kantor BPN Labuan Bajo. Namun, tidak dilanjutkan prosesnya, karena terdapat kendala dari pihak lain. Dimana pihak Niko Naput (NN) mengklaim tanah itu miliknya dan Ramang Ishaka (red-putra Ishaka) yang mengaku punya wewenang sebagai fungsionaris adat, menyerahkan tanah tersebut kepada NN.

‘Ini mengherankan, bagi mereka, karena tanah yang sudah dibagi ayahnya, Eh malah anaknya yang membagi lagi kepada orang lain,” terang Sukawinaya.

Lebih mengherankan ke-7 klien kami lagi adalah ketika tiba-tiba 2021 dibangun basecamp, untuk membangun Hotel St Regis di atas tanah mereka di Kerangan Labuan Bajo ini. Sekaligus disana juga ada semacam penambangan batu dan pasir, lengkap dengan mesin pengolahnya.

“Padahal mereka (red- pihak Niko Naput, Santosa Kadiman) tahu bahwa tanah tersebut milik ke-7 klien kami ini. Ingat, tahun 2012 terjadi mediasi dan sidang Panitia A di kantor BPN. Akan tetapi mereka sengaja menduduki tanah tersebut sejak 2021,”  jelas Sukawinaya.

Ketika ditanya kenapa ke-7 orang tersebut diam saja dan dan tidak melawan di lokasi?

“Pak, 7 orang tersebut adalah petani miskin dan lemah. Mereka jadi takut. Apalagi ketika dilakukan groundbreaking pembangunan Hotel di atas tanah tersebut. Bahkan penguasa nomor satu NTT Gubernur Viktor melakukan gunting pita. Tentunya 7 orang petani lemah dan miskin ini merintih tak berdaya,” lanjutnya.

Meski begitu, kebenaran yang ada pada mereka tidak sirna, dan kali ini ke-7 orang ini berani untuk mempertahankannya. Dimana melakukan LP (Laporan Pidana) maupun gugatan perdata dengan didampingi Tim Pengacara.

Zoelkarnain Djuje, salah satu dari 7 orang pemilik tanah di 3,1 ha tersebut menginfokan bahwa,  tanah kami ini terletak di satu hamparan, ada 7 (tujuh) kapling, dengan masing-masing memiliki surat alas hak dari Fungsionaris Adat 1992.

Tujuh (tujuh) pemilik tersebut : 1. H. Adam Djuje 75x130m = 9.750 m2, 2. Zoelkarnain 75×120 = 9.000m2, 3. Mustaram 27×130 = 3.290 m2, 4. Abdul Haji 130×20 = 2.600m2, 5. Usman Umar 130×27 = 3.510m2, 6. Lambertus Paji 75×20 = 1.500m2, 7. Muhamad Hatta Usman 75×20 = 1.500m2.

“Total luas 31.100 m2, yang kini terlihat dipakai seenaknya oleh anak Niko Naput dan Santosa Kadiman untuk basecamp dan pengolahan batu. Kami sadar hukum, oleh karena itu kami menempuh jalur hukum untuk penyelesaiannya,” tutup Zoelkarnain.

Sementara itu Indra Triantoro, S.H., MH., anggota tim pengacara 7 orang korban ini mengatakan, mereka memiliki surat alas hak asli dari Fungsionaris adat, dan surat itu sudah diserahkan kepada BPN sebagai warkah asli pada 2012.

Namun, saat pengurusan sertifikat tanah, makanya waktu itu diselenggarakan tahapan proses sidang Panitia A. Di surat undangan itu jelas sekali tercantum siapa-siapa yang diundang, dan salah satunya adalah H. Ramang Ishaka.

Perbuatan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, selain diduga adanya perbuatan melawan hukum perdata, juga diduga terjadi tindak pidana;

Pertama, diduga kuat Hj Ramang dan Syair mengeluarkan surat pengukuhan atau keterangan lisan yang mengukuhkan perolehan hak kedua ponakan Niko Naput saat sidang Panitia di BPN, padahal tanah tersebut tumpang tindih di atas tanah 3 hektar milik 7 orang ini.

Kedua, H. Ramang Ishaka dan Muhamad Syair sesungguhnya tidak berhak oleh adanya surat kedaulatan masyarakat adat Nggorang 1 Maret 2013. Perbuatan mana ini menyebabkan beralihnya tanah hak milik 7 orang ini kepada pihak lain tanpa alasan hukum.

Ketiga, diduga kuat surat alas hak tidak aslinya. Salah satu alasan untuk ini adalah surat alas hak 10 Maret 1990 Niko Naput yang dipakai pada perkara no.1/2024 tidak ada aslinya, tanah tetangga 11 ha alm.Ibrahim Hanta terbukti tidak ada aslinya. Jelasnya, untuk surat alas hak Niko Naput di atas tanah 3,1 hektare ini juga patut diduga kuat tak ada aslinya.

Pelaku pembuat surat yang tidak ada aslinya itu diduga H. Ramang Ishaka, Muhamad Syair, Niko Naput, Santoso Kadiman, PT Mahanaim Group (Ika Yunita).

Keempat, pelaksana pembuat Gambar Ukur diatas tanah 3,1 ha itu adalah oknum karyawan BPN di Labuan Bajo. Tahun 2012 BPN mengakui tanah 3,1 ha milik 7 orang itu, terbukti menerima surat alas hak asli lalu dibuatkan sidang Panitia A. Tetapi pada 2017, BPN membuat Gambar Ukur diatas tanah 3,1 ha itu atas nama diduga ponakan Niko Naput, yaitu Rosyina Yulti Mantuh dan Albertus Alviano Ganti.

“Perbuatan ini diduga kuat merupakan persengkokolan jahat penipuan & perampasan hak yang dilakukan oknum BPN, Niko Naput, Santosa Kadiman (pembeli 40 ha tanpa alas hak itu) dkk, Hj Ramang & Muh.Syair yang diduga menipu sebagai Fungsionaris Adat yang memberikan surat pengukuhannya. Hal ini jelas-jelas 7 orang ini menjadi korban”, tutup Indra.

Selanjutnya, Md Tanti, SH, dalah satu anggota tim lainnya mengatakan, para 7 keluarga besar korban perampasan tanah 3.1 hektar di Kerangan, Labuan Bajo ini siap memperjuangkan keadilan dan kebenaran sampai titik darah penghabisan.

Ke-7 warga korban kejahatan perampasan tanah ini menegaskan, oknum-oknum penjahat mafia tanah ini adalah orang-orang yang juga merampas tanah-tanah lain di wilayah Kerangan Labuan Bajo.

“Hal ini sudah dibuktikan adanya Pelanggaran Hukum perampasan tanah dan surat-surat dodong-nya. Hal ini terbukti pada putusan perkara perdata 11 ha ahli waris alm.Ibrahim Hanta di PN Labuan Bajo, PT Kupang, dan hasil temuan Satgas Mafia Tanah Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Dan kuat dugaan, bahwa sesungguhnya penguasaan tanah 3,1 ha juga tanpa surat alas hak asli,” tutup Tanti. (red)

Anak Niko Naput Ditantang Konpers Terbuka ke Media Lokal dan Nasional, Buka-Bukaan Alas Hak 10 Maret 1990

Manggarai Barat – Masih tentang mafia tanah di Labuan Bajo, sengketa tanah 11 hektar di Kerangan, Labuan Bajo milik almarhum Ibrahim Hanta (IH) terus berproses. Ahli waris Muhamad Rudini (MR) selaku penggugat melawan anak Niko Naput, Santosa Kadiman, PT. Mahanaim Group (hotel St.Regis Labuan Bajo) selaku tergugat.

Perkara sudah diputuskan PN (Pengadilan Negri) Labuan Bajo 23 Oktober 2024, alasannya SHM atas nama Paulus dan Maria Naput itu tidak sah, karena salah lokasi, salah ploting BPN dan tanpa alas hak asli. Sehingga tanah 11 hektar di Kerangan itu sah milik ahli waris IH.

Merespon sepak terjang pihak Niko Naput yang masih ngotot menuntut keadilan di pihaknya dengan alasan surat 10 Maret 1990. Salah satu PH MR, yaitu Dr (c) Indra Triantoro, S.H., M.H, memberi memberikan reaksi.

“Okey, ayo, mari Paulus, Maria, Johanes Naput dkk, bersama-sama terbuka untuk sama-sama konpres depan wartawan lokal dan nasional.  Untuk buka-bukaan surat alas hak 10 Maret 1990 luas 16 ha itu, karena keributan sengketa ini sebaiknya diakhiri dengan jujur dan lapang dada,” kata Indra kepada media, Selasa (25/2) di Labuan Bajo.

Kata dia, mari kita akhiri keributan klaim hak ini, karena sangat menganggu iklim investasi di Manggarai Barat dan Labuan Bajo khususnya.

“Terlebih lagi sengketa tanah leluhur ini akan membawa karma nyawa keluarga, anak, istri, orang tua, karma cacat anak cucu juga berlaku,” sambungnya.

Ditanyakan, tentang ucapan pihak Niko Naput, bahwa tidak tercapainya tuntutan hak mereka karena batalnya surat alas hak mereka 10 Maret 1990. Indra mengatakan, ‘bohong’ mereka itu.

“Dasar gugatan klien kami adalah kepemilikan tanah 11 ha itu sejak 1973, yang kemudian dikonfirmasi dengan surat keterangan, sekali lagi KETERANGAN perolehan hak itu, Januari 2019,” ucapnya.

Oleh karena itu, SHM atas nama anak Niko Naput di atas 11 ha tanah ini digugat karena tidak sah. Apalagi klien kami belum pernah menjual sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain, kepada Paulus dan Maria Naput.

Dan kata Indra, mereka juga berbohong pada isi dokumen alas hak mereka 10 Maret 1990 itu. Dimana jelas-jelas lokasi tanahnya di tempat lain, batas-batasnya sangat beda dari tanah 11 hektar Kerangan.

“Mereka sudah pernah dimintai keterangan satgas mafia tanah Kejagung RI, disuruh bawa asli surat 10 Maret 1990 itu, tetapi mereka tidak dapat memperlihatkannya. Sehingga hasil itu dituangkan dalam laporan hasil operasi intelijen Kejagung RI, bahwa surat itu tak ada aslinya. Buntutnya, bahwa SHM atas nama Paulus & Maria itu tidak sah ‘kan,” terang Indra.

Salah satu ortu dalam keluarga besar ahli waris Mikael Mensen, yang sejak kecil selalu bersama keluarga almarhum IH mengatakan, bahwa alasan pakai surat yang hanya fotocopy itu sia-sia.

“Sia-sia dan tak ada manfaatnya surat itu. Kalaupun ada aslinya, maka tanah yang dimaksud dalam surat itu adalah tidak tentang tanah 11 ha ini. Saya infokan, saat kami ajukan pembuatan SHM ke atas nama kami, 2018-2019, mereka pakai surat alas hak orang mati, yaitu alm.IH Maret 2019, yang diperlihatkan oleh oknum karyawan BPN, yaitu Herman,” ujar Mikael.

Kata dia, tidak berlakulah surat itu, lalu sekarang mereka ngotot pakai alas hak 10 Maret 1990, tapi juga tidak berlaku, karena apa? Tidak ada aslinya dan lokasinya di tempat lain entah dimana.

“Tanah ini milik leluhur kami lho, anak kami juga lahir di tanah ini. Awas karma bagi yang menyerobotnya, karena karma ini berlaku bagi diri dirinya sendiri, istri, anak cucu,” ucap Mikael.

Tokoh Masyarakat Jadi Saksi Tanah 11 Hektar di Kerangan Milik Almarhum Ibrahim Hanta

Salah satu tokoh Masyarakat Labuan Bajo, Fery Adu juga mengungkapkan, jika pihak anak Niko Naput dkk tetap ngotot pada surat alas hak 10 Maret 1990 itu. Maka mereka akan kontra dengan kesaksian Haji Ramang Ishaka (anak Ishaka, Fungsionaris adat) di perkara tipikor 30 hektar tanah pemda yang sudah diputuskan inkrah.

“Tanah Niko Naput di Kerangan sudah dibatalkan oleh fungsionaris adat, karena tumpang tindih di atas tanah pemda dan tanah orang pribadi,” ujar Fery.

Kata dia, hampir semua penduduk kampung Waemata, kampung induk almarhum kakek IH dan sebagian besar tokoh adat di Labuan Bajo, mengetahui tanah 11 hektar itu almarhum IH sekeluarga dan turunannya. Dimana dikuasai sejak 1973, sesuai perolehan secara adat kapu manuk lele tuak dari Fungsionaris Adat, Hj Ishaka.

“Haji Ramang tahu juga kok. Apalagi Hj Djudje, kuasa Penata Fungsionaris adat. Kami bisa saja hadirkan 100 an saksi fakta, dan mereka pasti mengatakan tanah 11 hektar ini milik ahli waris IH,” ucap Fery.

Ia menegaskan, sebagai ahli waris belum pernah menjual tanah ini, sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain. Termasuk tidak menjual kepada yang namanya Nasar Supu atau siapapun.

“Setahu saya dan banyak orang di Labuan Bajo tahu, bahwa tanah Nasar Supu itu hanya 4 hektar, lokasinya di bagian selatan tanah kami, di pantai Kerangan. Bahkan saksi fakta mereka sendiri di ruang sidang memberi keterangan batas tanah mereka berdasarkan surat fotocopy 10 Maret 1990 itu, tidak sesuai dengan fisik 11 hektar itu,” tandas Fery.

Sidang Tambahan di PN Labuhan Bajo 

Selain itu Penasehat Hukum ahli waris IH, Jon Kadis, SH mengatakan, saksi mereka sebut tanah Niko Naput itu masih alami, tanpa pagar, tanpa pondok, tidak ada pohon kelapa, tidak ada jati, jambu mente, batas laut, hutan pohon kedondo, jalan raya. Dimana itu bukan ciri tanah 11 ha milik kami, itu lokasi di luar dan entah dimana.

“Tanah kami ya, cirinya jelas: sedang dikuasai, dipagari, ada pondok dan segala sesuatu yang ditanam di atasnya,” ucapnya.

Kemudian kata Jon, di tingkat banding, majelis hakim PT Kupang membuka sidang tambahan, didelegasikan kepada PN Labuan Bajo yang digelar 3 Februari 2025. Lagi-lagi alasan utamanya adalah hak Tergugat (Pembanding).

“Saya tidak menghadiri sidang tambahan itu, dengan alasan bahwa alasan substansi sidang pada surat alas hak fotocopy tanpa asli dari Tergugat itu mubazir. Lalu saya lampirkan surat Kejagung itu, diserahkan kepada Ketua PN cq. Majelis hakim PN, yang nantinya membuat berita acara. Dimana isinya memuat hasil temuan Kejagung itu dikirim ke hakim PT Kupang,” jelasnya.

Ia juga menginfokan, sesungguhnya SHM-SHM yang dibuat pakai surat alas fotocopy 10 Maret 1990 itu, adalah 2 SHM plus perubahan satunya menjadi SHGB di tanah ahli waris IH an. Paulus dan Maria, total luas 54.030 M2.

Maka kata Jon, 3 SHM di luar tanah ahli waris IH, bagian selatan, SHM an. Johanes Vans Naput, Irene Naput dan Nikolaus Naput, total 97.830 M2.  Semua tanah ini terindikasi cacat administratif dan/atau yuridis.

“Hal itu adalah temuan hasil operasi intelijen Kejagung, sebagaimana suratnya 23 September 2024, yang tembusannya diterima klien kami,” beber Jon.

Terakhir kata dia, Itu artinya apa? Surat 10 Maret 1990 itu tidak ada tanahnya, dan SHM-SHM yang dibuat berdasarkan fotocopy surat itu tidak sah. Kalau sudah ada hasil pemeriksaan Kejagung RI tersebut, tentu setelah anak-anak Niko Naput juga diperiksa, maka untuk apa lagi ngotot mempertahankan fotocopy surat 10 Maret 1990 tersebut?

“Marilah kita hentikan ini, agar investasi di Labuan Bajo bertumbuh pesat, tanpa ada hambatan masalah tanah,” tutup Jon. (red)

Anak Niko Naput Dinilai Mimpi Sebagai Ahli Waris 11 Hektar Tanah di Labuan Bajo, dengan Dasar Surat Alas Hak Fotocopy

Manggarai Barat –  Konflik tanah ahli waris almarhum Ibrahim Hanta (IH) dengan terus bergulir dengan keluarga almarhum Niko Naput (NN) terkait sengketa tanah 11 hektar di Kerangan, Labuhan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Saat Ini Sengketa Tanah ini masih menunggu proses hukum di Pengadilan Tinggi (PT) Kupang.

Muhamad Rudini didampingi Tim Kuasa Hukum almarhum IH (penggugat), Jon Kadis menyatakan, kepemilikan sah tanah seluas 11 hektar ini, bukan disebabkan oleh adanya surat pembatalan alas hak tanah dari keluarga NN (pihak tergugat). Hal ini untuk membantah klaim pihak tergugat yang mengajukan banding, atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Labuan Bajo pada 23 Oktober 2024 yang menyatakan tanah ini, sah milik penggugat.

“Bantahan banding tersebut, menunjukkan bahwa klaim mereka (red-tergugat) tidak berdasar. Terutama karena Sertifikat Hak Milik (SHM) itu ternyata salah lokasi,” kata Muhamad Rudini ahli waris almarhum IH kepada media, Kamis, (20/2) di Labuhan Bajo, Manggarai Barat.

Muhamad Rudini, cucu almarhum IH ini menegaskan, bahwa kepemilikan tanah 11 hektar ini sah milik almarhum IH. Hal ini berdasarkan fakta yang telah terbukti di pengadilan.

“Keabsahan kepemilikan tanah 11 hektar ahli waris kakek almarhum Ibrahim Hanta sudah sah, berdasarkan bukti-bukti kami sendiri yang sudah terbukti di sidang PN. Pertama, bukti keterangan para saksi fakta, dimana pihak kami ada 5 saksi fakta. Bahkan kalau mau, warga sekampung Wae Mata Labuan Bajo, ratusan, bisa tampil sebagai saksi fakta,” ucapnya.

Karena kata Rudini, rata-rata penghuni kampung Wae Mata tahu persis tanah 11 hektar itu adalah milik almarhum IH, yang diperoleh secara adat kapu manuk lele tuak ke Ishaka, fungsionaris adat/ulayat, 1973. Apalagi, di atas tanah tersebut tertanam kelapa, jati, jambu mente, ada pondok. Bahkan tanah dipagar, baik dengan pohon hidup maupun pagar batu.

“Kedua adalah berkaitan dengan bukti surat. Betul kami baru memiliki dokumen berupa surat keterangan perolehan hak 2019. Sekali lagi ‘keterangan’ perolehan hak atas tanah dari Fungsionaris Ulayat melalui kuasa Penata alm. Haji Dudje, yang menerangkan tanah ini sudah dikuasai sejak 1973, diterima dari Hj Ishaka, Fungsionaris Ulayat,” tegasnya.

Menurutnya, bahwa batas-batas dan total luasnya jelas. Lagi pula, sewaktu mudanya Haji Djuje beliaulah yang pergi menunjuk dan menyaksikan tanah tersebut.

“Mengapa baru tahun 2019 kami dapat surat itu? Hal tersebut sebagai persyaratan pengajuan sertifikat tanah kami. Sehingga kami ajukan pensertifikatan tanah ini, karena sejak 2014 kami mulai didatangi pihak almarhum Niko Naput, bahkan datang ke lokasi, mengklaim milik mereka. Kami jelas melawan dong!,” ujar Rudini.

Sebagaimana pemberitaan salah satu media online belum lama ini, alasan pihak NN mengklaim kepemilikannya itu sudah sejak 1990. Sedangkan ahli waris almarhum IH belakangan, 2019. Jadi pihak Niko Naput merasa lebih dulu.

“Publik jangan percaya itu. Itu pembohongan kepada publik. Tudingan dan ucapan ini memutarbalikkan isi dokumen 2019 itu. Tanah ini sudah dikuasai kakek kami yang petani itu sejak 1973,” bantah Rudini.

Katanya, penyerahan dari Haji Ishaka selaku Fungsionaris Ulayat dengan kapu manuk lele luak. Dokumen 2019 itu adalah surat yang isinya adalah keterangan.

“Sekali lagi keterangan perolehan hak kakek kami almarhum IH sejak 1973 itu, untuk memenuhi persyaratan administrasi yang diminta BPN bukan baru isinya,” tegas Rudini.

Melengkapi uraiannya, Tim Kuasa Hukum almarhum IH, Jon Kadis, SH, menginformasikan, sebagaimana yang dialaminya saat proses sidang di PN Labuan Bajo. Katanya, di pihak Niko Naput dan Santosa Kadiman, PT. Mahanaim Group, hanya menunjukkan bukti berupa saksi faktanya sendiri yang justru sama sekali tidak menunjukkan ciri tanah mereka di tanah 11 hektar ini.

“Semua saksi faktanya berkata tanah Niko Naput itu dalam kondisi alami, seperti batas laut, batas hutan pepohonan kedondo, jalan raya. Namun, tidak disebutkan ada pagar batas yang rapih tidak ada pohon kelapa, jati, jambu mente, tidak ada pondok. Sedangkan pagar, pohon kelapa, jati, jambu mente, pondok itu adalah ciri tanah 11 hektar alm.IH. Jadi, jelas tanah Niko Naput itu tidak berada di lokasi 11 hektar tanah almarhum IH kan?,” ungkap Jon Kadis.

Lalu bukti dokumen tergugat, kata Jon Kadis yaitu surat 10 Maret 1990 (fotocopy) alas hak andalan Niko Naput dan Santosa Kadiman, ketika melihat batasnya diketahui tanah itu terletak di luar 11 hektar milik almarhum IH.

“Entah dimana lokasi aslinya. BPN sendiri saat sidang menerangkan tidak ada surat asli 10 Maret 1990 di dalam warkah SHM. Tentu BPN itu salah ploting SHM,” tandas Jon Kadis.

Ada sidang tambahan dari Majelis Hakim PT Kupang 3 Februari 2025, didelegasikan kepada Majelis Hakim PN, untuk mendengar keterangan lagi saksi ahli baru tentang surat pembatalan 1998, dan tambahan keterangan lagi dari saksi lama, ahli hukum adat dan pertanahan.

“Saya tidak menghadiri sidang itu. Namun saya serahkan dokumen hasil operasi intelijen satgas Mafia tanah Kejagung dalam laporannya 23 Agustus 2024 (red- setelah meminta klarifikasi dari anak-anak Niko Naput, BPN, mantan Lurah, mantan Camat). SHM anak-anak Niko Naput di lahan almarhum IH yang hanya berdasar surat asli alas hak 10 Maret 1990 andalan utamanya itu tidak ada, salah lokasi, salah ploting dan cacat yuridis. Karena itu telah terjadi dugaan perbuatan melawan hukum, sehingga SHM-SHM tidak sah dan dibatalkan,” jelas Jon Kadis.

Selanjutnya kata dia, surat dari Kejagung ini, sudah diserahkan kepada Ketua PN Labuan Bajo cq Majelis Hakim, untuk dicantumkan dalam berita acara sidang tambahan 3 Februari 2025. Dimana selanjutnya dikirimkan ke PT Kupang.

“Jika tidak ada surat pembatalan 1998 terhadap tanah 10 Maret 1990 pun, hasilnya sama. Tanah 11 hektar itu buka tanah anak-anak Niko Naput. Singkatnya, bukan karena surat pembatalan 1998, yang berakibat tidak adanya tanah Niko Naput di 11 hektar. Akan tetapi surat alas hak 10 Maret 1990 itu sendiripun, tanahnya tidak terletak di 11 hektar almarhum IH”, terang Jon Kadis.

Lebih lanjut Jon menuturkan, sebab itulah Majelis Hakim PN Labuan Bajo memutuskan perkara ini, bahwa keadilan itu berada di pihak para ahli waris almarhum Ibrahim Hanta.

“Alasannya? Bukan karena surat pembatalan 1998 terhadap tanah perolehan surat 10 Maret 1990 itu, tetapi karena terbukti oleh data dukung Penggugat sendiri, yaitu para saksi fakta dan surat keterangan perolehan hak ahli waris 2019 dari Kuasa sah Fungsionaris ulayat, dimana menerangkan 11 hektar tanah itu sudah dimiliki sejak 1973,” jelas Jon Kadis.

Ia mengungkapkan, Majelis Hakim PT Kupang yang delegasikan PN Labuan Bajo untuk menggelar sidang tambahan 3 Februari 2025 lalu, didemo oleh keluarga besar ahli waris alm. IH dan masyarakat peduli hukum keadilan di kantor PN Labuan Bajo. Dimana menilai Majelis Hakim PT kupang patut diduga tidak profesional dan diduga masuk angin.

“Kami sebelumnya juga sudah melaporkan 3 Majelis Hakim PT Kupang ke kantor Bawas Mahkamah Agung Jakarta. Bahkan Didukung Aliansi Relawan Prabowo Gibran (ARPG) melakukan demonstrasi menuntut  3 oknum Majelis Hakim ini untuk diawasi dan diperiksa,” pungkas Jon Kadis (red)