Madina – SahataNews | Penanganan prosedur hukum di Satres Narkoba Polres Mandailing Natal (Madina) menjadi sorotan berbagai pihak. Salah satunya adalah Sarmadan Pohan, SH, MH, akademisi yang berkecimpung di dunia hukum selama puluhan tahun.

Sarmadan Pohan turut serta menyoroti prosedur hukum yang keliru yang dilakukan oleh Penyidik Satres Narkoba Polres Madina dalam berbagai kasus narkoba yang ditangani penyidik.

Baru-baru ini, Sarmadan juga memberikan pandangan hukum tentang kasus Andika Iman Maulana. Pria tertangkap dengan barang bukti narkoba berupa pil ekstasi diusulkan assessmen oleh penyidik ke BNNK Madina.

Namun, dalam prosesnya Andika tetap ditahan sembari menunggu putusan dari Pengadilan atas rekomendasi Rehabilitasi yang diberikan oleh Tim Assesmen Terpadu (TAT) yaitu dari instansi Kejaksaan, Kemenkumham, BNNK, dan Polri yakni Penyidik Satres Narkoba.

Menyusul kasus yang baru. Satres Narkoba melakukan penangkapan 3 orang pria yang berpesta narkoba di sebuah rumah di Banjar Proyek, Desa Panyabungan Jae, Kamis (21/8/2025) sekitar pukul 00.17 WIB.

Dari laporan yang diberikan Satres Narkoba kepada Humas Polres Madina, barang bukti narkoba yang disita dalam penangkapan itu yaitu 0,46 gram sabu-sabu dengan alat hisap sabu lainnya.

Lantas, penanganan hukum ketiga pria yang ditangkap ini kembali menjadi sorotan tajam dari berbagai pihak, termasuk dari Sarmadan Pohan, SH MH. Pasalnya, Penyidik Satres Narkoba kembali mengusulkan 3 pria itu untuk dilakukan assesmen untuk hukuman rehabilitasi.

Padahal, dua orang dari ketiganya merupakan berstatus residivis atau pernah dilakukan penahanan atas dasar vonis Pengadilan Negeri Madina. Kedua pria itu adalah MDN dan IHL alias Adek Merlep.

Di sisi lain, MDN pun baru saja ditangkap Satres Narkoba pada Juni 2025 lalu bersama dua orang rekannya di Kecamatan Hutabargot. Ketiganya saat itu bebas setelah beberapa hari ditangkap.

Menanggapi prosedur hukum di Satres Narkoba Polres Madina yang saat ini menjadi sorotan, Sarmadan Pohan menilai Penyidik telah keliru dalam menangani kasus narkoba.

“Ini sudah keliru besar. Seseorang yang sudah residivis, diusulkan untuk assesmen ke BNNK, itu sudah salah. Ini ada apa? Kok sekarang di Satres Narkoba hancur kali,” kata Sarmadan, Minggu (24/8/2025).

Dosen Hukum di UM Tapsel ini menerangkan, tidak ada alasan dari Penyidik membuat dasar Assesmen merujuk pada barang bukti yang disita di TKP jika tersangka adalah residivis dalam kasus yang sama.

“Jadi ini kesalahannya sangat fatal. Ini namanya melindungi pelaku narkoba, bukan memberantas,” tegas dia.

Sarmadan meminta Tim Assesmen Terpadu mengkaji hukum lebih dalam soal kasus ini. Pasalnya, rehabilitasi itu berlaku untuk pengguna narkoba, bukan untuk residivis berstatus pengedar.

“Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) itu banyak penjabarannya. Jadi jangan dibuat berdasarkan barang bukti saja, tapi lihatlah status ke belakang. Masalah hari ini bisa melibatkan masalah yang lama jika dalam kasus yang sama,” tutup dia. (Rls)