Fokus pada Gerindra, Harun-Ichwan Dinilai Abaikan Peran Koalisi di Debat Kandidat

DAERAH774 Dilihat

Padang Bolak,Paluta – Debat kandidat Pilkada Mandailing Natal 2024 di Sapadia Hall, Gunungtua, Padang Lawas Utara (Paluta), Kamis (14/11/2024), menjadi sorotan karena strategi komunikasi pasangan calon nomor urut 1, Harun-Ichwan. Pasangan ini terlihat lebih menonjolkan Partai Gerindra dan Ketua Umumnya, Prabowo Subianto, dibandingkan peran partai koalisi lainnya.

Sepanjang debat, Harun Musthafa berulang kali menyebut nama Prabowo dan Gerindra sebagai landasan utama visi-misinya. Frasa seperti “Kami di Gerindra,” atau “anak ideologi Pak Prabowo” diucapkan berkali-kali. Bahkan, dalam sesi pemaparan visi-misi, fokus pada kedekatan dengan Prabowo mengesampingkan penyampaian detail program kerja yang menjadi bagian penting dari debat.

Sayangnya, partai-partai koalisi seperti Golkar dan PAN yang turut mengusung Harun-Ichwan tampak hanya mendapat porsi kecil dalam narasi mereka. Nama Golkar, misalnya, hanya disebut sekilas dalam bentuk penghormatan di awal debat, meski partai ini memiliki enam kursi di DPRD Madina.

Padahal, calon wakil bupati Ichwan merupakan Bendahara DPD Partai Golkar Sumatera Utara, yang seharusnya menjadi simbol kekuatan koalisi tersebut.

Keadaan semakin disorot ketika nama Musa Rajekshah alias Ijeck, Ketua DPD Golkar Sumut, tidak muncul dalam paparan Harun. Sebelumnya, Ijeck dikenal aktif mendukung Harun-Ichwan, termasuk menginstruksikan Pemuda Pancasila Madina untuk memenangkan pasangan ini.

Foto-foto kebersamaan Harun dan Ijeck bahkan sering digunakan dalam kampanye untuk memperkuat elektabilitas pasangan ini.

Hal serupa terjadi dengan PAN. Ketua DPD PAN Madina, Nisad Sidik, yang pernah membela Harun dalam isu kelulusan SMA, juga tak mendapat pengakuan yang sebanding.

Nama partai tersebut hanya disebut satu kali, tanpa penekanan pada kontribusinya dalam koalisi.

Strategi komunikasi yang berpusat pada Gerindra ini memunculkan pertanyaan. Apakah pasangan Harun-Ichwan sengaja menonjolkan partai utama mereka sebagai bagian dari strategi branding politik? Atau, apakah hal ini mencerminkan kurangnya apresiasi terhadap peran koalisi?

Keputusan untuk mengabaikan narasi kolaboratif berpotensi memunculkan gesekan di antara partai-partai pengusung. Padahal, menjaga soliditas koalisi merupakan hal mendasar untuk memenangkan Pilkada, terutama dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat.

Pasangan Harun-Ichwan kini dihadapkan pada tantangan besar untuk menyeimbangkan strategi politik mereka. Mengedepankan Gerindra memang penting, tetapi memperkuat narasi kebersamaan dalam koalisi adalah kunci untuk membangun kepercayaan yang lebih luas.

Apakah pasangan ini akan segera melakukan perbaikan komunikasi politik? Ataukah mereka akan terus bertumpu pada strategi “Gerindra sentris”? Hasil dari langkah ini akan menjadi penentu nasib politik Harun-Ichwan di Pilkada 2024. (Red)

Komentar