Majalengka – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengusulkan sebuah pendekatan baru dalam menangani kasus pencurian kecil dengan nilai kerugian di bawah Rp10 juta. Alih-alih dijebloskan ke penjara, pelaku pencurian tersebut lebih baik dibina melalui kerja sosial dan pelatihan di barak militer.
Usulan ini disampaikan Dedi saat kunjungan kerjanya ke Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, pada Senin (12/5/2025).
Dalam kesempatan tersebut, ia menegaskan bahwa penjara tidak selalu menjadi solusi yang efektif untuk pelanggaran ringan yang merugikan dalam jumlah kecil.
“Nu maling di bawah Rp10 juta, daripada di penjara mending keneh di ka barak militer keun,” ujar Dedi dalam bahasa Sunda. Artinya, pencuri dengan kerugian kecil lebih baik dibina di barak militer ketimbang di penjara.
Dedi menambahkan, proses penanganan hukum untuk kasus pencurian dengan nilai kerugian kecil justru bisa menghabiskan biaya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai kerugian tersebut.
Sebagai contoh, satu kasus pencurian senilai Rp3 juta bisa menghabiskan hingga Rp50 juta untuk proses penyelidikan, persidangan, dan biaya pemasyarakatan.
“Daripada negara mengeluarkan biaya besar untuk penanganan hukum, lebih baik pelaku diarahkan untuk bekerja secara produktif di barak militer. Mereka bisa dilatih untuk bekerja mencangkul, membangun tembok, menanam, atau mengaduk semen,” jelas Dedi.
Lebih dari sekadar efisiensi anggaran, Dedi menekankan pendekatan ini sebagai upaya untuk menciptakan keadilan yang lebih manusiawi.
Ia khawatir jika pelaku pencurian kecil dipenjara, keluarga mereka akan kehilangan tulang punggung ekonomi, yang berpotensi memicu kemiskinan baru di dalam masyarakat.
“Kalau pencuri ayam dipenjara, siapa yang memberi makan keluarganya? Anaknya bisa putus sekolah, dan kemiskinan itu akan terus berlanjut,” ungkap Dedi.
Namun, ia menegaskan bahwa pendekatan ini hanya berlaku bagi pelanggaran ringan, bukan untuk kasus kejahatan besar seperti korupsi. “Koruptor harus tetap dipenjara, tapi maling hayam (pencuri ayam) jangan disamakan,” tegasnya.
Saat ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat tengah mempersiapkan kerja sama dengan Polda Jawa Barat dan para kepala daerah untuk merealisasikan program keadilan restoratif ini.
Jika semua berjalan sesuai rencana, program ini diperkirakan akan mulai diterapkan pada Juni hingga Juli 2025.
Dedi berharap program ini dapat memberikan solusi cerdas yang tidak hanya mengurangi beban hukum dan biaya negara, tetapi juga memberi kesempatan bagi pelaku pencurian kecil untuk memperbaiki hidup mereka melalui pembinaan dan pelatihan keterampilan.
“Yang kita cari bukan balas dendam, tetapi keadilan yang membina dan mencegah kemiskinan baru,” pungkas Dedi.
Dilansir dari Kompas.com.
Komentar