Madina – SahataNews | Antusiasme masyarakat Mandailing Natal pecah menyambut film berjudul “Pangarasa”, karya seniman asli Mandailing. Belum juga tayang, 1.050 tiket nonton bareng (nobar) yang disediakan panitia langsung ludes terjual hanya dalam waktu delapan jam.

Ketua panitia nobar, Salahuddin Pulungan, mengungkapkan pelayanan tiket dibuka sejak 20 Agustus 2025 hingga 30 Agustus 2025. Namun, tak disangka, tiket yang dipatok seharga Rp10 ribu per orang itu habis dalam hitungan jam.

“Ini di luar prediksi kami. Masyarakat begitu antusias menyambut film Pangarasa. InsyaAllah akan tayang pada Minggu, 31 Agustus 2025,” ujar Salahuddin.

Film berdurasi sekitar 1 jam tersebut akan diputar di Ballroom Ladang Sari, Gunung Tua, Kecamatan Panyabungan. Panitia menyiapkan kursi empuk dan fasilitas nyaman untuk penonton agar bisa menikmati film dengan tenang.

“Kami tegaskan, ini bukan untuk mencari keuntungan. Justru yang kami utamakan adalah kenyamanan penonton dan bagaimana karya anak Mandailing bisa diapresiasi,” tegasnya.

Lebih lanjut, Salahuddin menyampaikan apresiasi kepada seluruh pihak yang mendukung, termasuk Pemkab Madina dan tokoh muda Madina, Atika Azmi Utammi Nasution. Bahkan, Atika ikut berperan sebagai salah satu aktor dalam film tersebut.

“Dukungan beliau sangat berarti bagi kami. Kami ucapkan terima kasih kepada semua yang sudah mendorong karya ini lahir,” ucapnya.

Adapun film Pangarasa bercerita tentang seorang gadis bernama Taing yang pulang kampung untuk menemui ayahnya yang sakit parah akibat penyakit misterius. Kisah ini sarat pesan moral agar masyarakat berhati-hati dalam menjaga diri, tidak sembarangan dalam urusan makanan, serta lebih bijak dalam menjaga hati dan perasaan orang lain.

Menurut Salahuddin, judul Pangarasa dipilih karena dua alasan. Pertama, meski fenomena Pangarasa mulai jarang terdengar, pesan kewaspadaan tetap perlu diingatkan. Kedua, judul ini unik dan memancing rasa penasaran, apalagi diangkat dalam genre horor yang kini sedang digandrungi.

Film ini juga menampilkan nuansa khas Mandailing, seperti penggunaan gordang sambilan sebagai simbol penangkal dan beberapa tradisi lokal lain. Inspirasi cerita datang dari maraknya film horor Tanah Air yang mengangkat latar kampung dan budaya, seperti Badarawuhi dan Santet Segoro Pitu.

“Film ini bukan melestarikan Pangarasa, tetapi menjadi pengingat agar masyarakat tetap waspada. Sekaligus, kami ingin menampilkan budaya Mandailing dalam balutan horor yang menarik,” tutur Salahuddin.

Dengan tiket yang habis terjual dalam waktu singkat, Pangarasa diprediksi akan menjadi salah satu tontonan paling fenomenal karya anak Mandailing di tahun ini. (Red)